Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mendidik dengan Hati

mendidik dengan hati

Assalamu’alaikum, Ayah/Bunda.

Pekan kemarin saya mengikuti Seminar Parenting yang diadakan oleh Buahati Islamic School Bali dengan tema seminarnya “Mendidik dengan Hati.” Narasumber yang hadir adalah DR. H. Dedy Martoni, seorang pakar pendidikan dari Jakarta. 

Sebenarnya, sejak membaca broadcast yang sampai ke saya, saya sudah merinding dengan materi yang akan disampaikan. Merasa tertohok, karena selama ini ilmu parenting saya masih cetek dan masih sering terbawa emosi ketika mendapati anak-anak dalam fase rebel. 

Membangun komunikasi dengan anak-anak tuh susah sekali bagi saya. Seringkali tidak bisa memahami apa yang mereka sampaikan atau terbawa emosi ketika mereka juga merajuk melakukan hal-hal yang mentrigger saya. Fyuuh! Sedih karena saya sering mudah ter-trigger. 

Mendidik dengan Hati = Mendidik dengan Ruhiyah

Ustadz Dedi menceritakan kehebatan sahabat dan orang-orang terdahulu yang ternyata memiliki kekuatan spiritual yang tinggi. Kuatnya spiritualitas/ruhiyah inilah yang membuatnya mampu mendidik keturunanya dan tangguh dalam menghadapi berbagai tekanan/ujian. Karena dengan kedekatannya kepada Allah, punya “backing” kuat, termasuk dengan kekuatan doa. 

Karena itulah, bisa dikatakan bahwa mendidik dengan hati artinya mendidik dengan kekuatan ruhiyah/spiritual yang baik. Salah satunya adalah dengan berdzikir. Karena dengan mengingat Allah (dzikir) akan membuat hati tenang, tidak mudah marah dan terbawa emosi. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram." QS. Ar-Ra'd[13]:28

Anak-anak pasti akan merasa nyaman ketika orang tua atau gurunya bersuara lembut, mengayomi, dan tidak meledak-ledak/bersuara keras. Dalam teori kesehatan pun disebutkan bahwa ketika anak-anak dibentak/mendengar suara kencang, synaps atau jaringan sarafnya akan mati, padahal di usia anak-anak inilah synaps-synaps itu terbentuk.

Beliau juga menceritakan kisah Nabi Musa bersama kaumnya (Bani Israil) dengan tipikalnya yang sering membangkang, tidak sama antara perkataan dengan perbuatan, dan seringkali menguji kesabaran Musa dengan berbagai tingkahnya. Namun Musa bisa bertahan dan selalu memohon petunjuk dan perlindungan dari Allah. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Sungguh, orang-orang yang kafir dan mati dalam kekafiran, tidak akan diterima (tebusan) dari seseorang di antara mereka sekalipun (berupa) emas sepenuh bumi, sekiranya dia hendak menebus diri dengannya. Mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang pedih dan tidak memperoleh penolong." QS. Ali 'Imran[3]:91

Dalam ayat di atas, disebutkan bahwa kelak di akhirat, orang kafir yang mati tanpa memiliki kesempatan untuk bertaubat, tidak akan dapat tertebus dengan harta benda yang dimilikinya selama di dunia. Untuk itulah, orang tua sebagai pendidik utama memiliki kewajiban untuk menanamkan tauhid kepada anak-anak dan menjauhkannya dari api neraka. 

Selain itu, alasan untuk mendidik dengan hati adalah karena manusia telah ditugaskan menjadi khalifah di bumi, yang memiliki kewajiban menjaga bumi dari kerusakan.  

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan." QS. Al-Qasas[28]:77

Memulai Parenting dengan Hati

Menurut Ustadz Dedi, memulai parenting dengan hati adalah dengan doa dan mengajarkan Al-Qur’an. Satu hal yang wajib diajarkan oleh orang tua adalah (minimal) membaca Al-Fatihah dengan benar, karena surat ini akan menjadi bekal untuk mendidikan shalat 5 waktu dalam sehari, 17 rakaat dilengkapi dengan rakaat salat sunnah lainnya. 

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Dialah yang mengutus seorang Rasul kepada kaum yang buta huruf dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah (Sunnah), meskipun sebelumnya, mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata." QS. Al-Jumu'ah[62]:2

Sebenarnya, masih banyak yang disampaikan oleh beliau, tapi di akhir saya kurang fokus sembari menjaga Baby N. Selain itu, waktu pun sudah menjelang maghrib sehingga seminar dihentikan. Kurang lebih hal-hal di atas itu yang bisa saya simpulkan dari seminar “Mendidik dengan Hati” di Buahati Islamic School Denpasar.

Semoga bermanfaat,

Salam, 

1 komentar untuk " Mendidik dengan Hati"

  1. Hati menjadi instrumen penting antara hubungan dengan anak dan orang tua, apalagi dalam melakukan parenting wajib melibatkan kasih sayang. Luar biasa materi seminar ini, sedikit kecipratan ilmunya, nih. Terima kasih informasinya!

    BalasHapus