Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pengalaman Pertama Membawa Dua Anak Naik Pesawat


traveling-bersama-anak-pertama-kali-naik-pesawat

Pengalaman pertama seringkali menjadi pengalaman tak terlupakan. Termasuk pengalaman traveling bersama anak-anak. Kali ini saya ingin cerita tentang pengalaman pertama saya seorang diri membawa 2 balita naik pesawat. Anggap saja traveling ya, meskipun tujuannya untuk mudik.
Sebenarnya ini bukan pengalaman pertama naik pesawat. Sebelumnya kami sekeluarga pindah ke Bali lalu pernah sekali mudik ke Jawa. Jika dihitung, ini adalah keempat kalinya saya dan anak-anak naik pesawat. 

Jarak tempuh dan waktunya tak seberapa, hanya Denpasar – Solo yang bisa dijangkau dalam waktu kurang lebih 75 menit. Isitimewanya adalah karena ini pertama kalinya saya terpaksa membawa anak-anak sekaligus barang-barang tanpa didampingi suami.

Butuh waktu berhari-hari untuk saya menjawab ‘ya’ dengan skenario mudik yang dirancang oleh suami. Waktu itu rencananya saya dan anak-anak mudik terlebih dahulu. Suami menyusul kemudian setelah jadwal cutinya disetujui. Setelah itu kami akan melanjutkan mudik ke Wonosobo dan kembali ke Denpasar bersama. 

Pikiran saya berkecamuk. Khawatir dengan berbagai kondisi yang akan saya hadapi di pesawat. Pengalaman naik pesawat sebelumnya, si Kakak selalu minta ke toilet. Ada ayahnya yang bisa menangani. Jika hanya saya yang membersamai mereka, bagaimana jika itu terjadi? Bagaimana jika si Kakak pusing-pusing hampir mabok seperti di perjalanan sebelumnya? kalau adiknya cranky? Kalau ini, jika itu, dan sederet kekhawatiran lainnya. 

Kabar baiknya, bapak dan ibu mertua bersedia menjemput ke bandara Adi Soemarmo Solo sehingga saya hanya port to port bersama 2 anak. di Denpasar, suami bisa mengantar sampai gate dan di Solo akan ada kakek/neneknya yang membantu. 

Meski begitu, kami tetap menyiapkan berbagai macam hal untuk antisipasi supaya perjalanan selama 75 menit itu aman dan nyaman. 

Kondisikan Anak-anak

Jauh-jauh hari, ketika rencana mudik ini disepakati, saya selalu sounding anak-anak. Saya katakan bahwa akan pulang ke rumah mbah hanya dengan bunda, ayah masih bekerja. saya tekankan lagi terutama si Kakak untuk mendengarkan bunda dan selalu di dekat bunda, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan perjalanan. 

Saat di bandara, karena pesawat akan terbang sekitar pukul 12 WITA, dan itu adalah jam tidur si Kecil, kami sengaja mengajak anak-anak bermain supaya tidak tidur dan bisa lelap di pesawat. Menjelang boarding, saya bawa si Kakak ke toilet supaya nantinya tidak kebelet saat di pesawat. Keluar dari toilet langsung antre boarding. Dadah bye bye dengan si Ayah, lalu saya menggandeng Hasna berjalan menuju pesawat yang sudah parkir cantik di sana. 

Di sini sempat ada yang sedikit lucu, sih. Suami mengambil foto saya dari belakang lalu membaginya ke WAG keluarga. Kondisinya, saya menggendong bayi di depan dengan gendongan SSC/kanguru, menggendong backpack di belakang, terselempang juga tas kecil ke samping, tangan kiri menenteng tas isi botol minuman, tangan kanan menggandeng Hasna. Sedangkan Hasna membawa ransel kecil isi makanan di punggungnya. Bisa dibayangkan terlihat serempong apa? Hehehe. Aslinya nggak gitu banget sih rempongnya waktu jalan ini. lebih rempong saat naik/turun bis. Sayang fotonya sudah hilang. 

Mengondisikan Barang Bawaan

Awalnya, saya hanya akan membawa 1 koper, 1 backpack isi laptop dan perkap saya selama perjalanan, ditambah  1 tas isi bekal anak-anak dan 1 tas dompet yang biasa saya pakai untuk menyimpan HP dan printilan lainnya. Akhirnya, saya membawa 1 koper, 1 backpack, 1 tas isi bekal, 1 tas dompet kecil, stroller ukuran besar (karena sudah tidak dimanfaatkan lagi di sini), dan 1 dus ukuran sedang isi oleh-oleh. Hm... banyak banget kan, padahal kami akan menggunakan transportasi umum untuk ke Semarang. 

Begitulah. Alasannya tentu karena akan banyak bantuan. Praktis saya hanya menggendong Salsa dan membawa tas kecil sejak dari rumah sampai gate, karena ditemani suami. Sampai Solo pun sudah ada orang tua yang membantu.

Namun jika ayah/bunda melakukan perjalanan yang kurang lebih sama, sebaiknya tidak membawa barang terlalu banyak karena sangat merepotkan. Lain kali jika mudik lagi, kemungkinan tidak akan membawa barang sebanyak itu terutama karena Salsa sudah lebih besar. 

Ah ya, waktu itu sempat terjadi ‘drama’ juga di area ruang tunggu bandara Adi Soemarmo. Kami sedang makan siang dengan bekal yang dibawa mbah. Tiba-tiba mengalir cairan hangat ke pangkuanku. Rupanya popok Salsa bocor samping saat dia pipis. Hm... mleber ke mana-mana deh! Untungnya saya bisa berganti pakaian di toilet, meskipun sempat ditegur petugas kebersihan dikiranya saya hendak mandi di toilet karena bawa pakaian ganti dan handuk :P. Gara-gara ini sih saya tidak menyesal kerepotan membawa koper besar.

Simpan Kelengkapan Penumpang di Tempat yang Aman dan Mudah Dijangkau 

Saya sengaja membawa tas kecil (HPO) juga selain membawa ransel adalah supaya saya mudah menjangkau boarding pass, KTP, HP, dan uang ataupun permen jika sewaktu-waktu diperlukan. Jika saya menyimpannya di ransel, akan sangat repot menaik/turunkannya berkali-kali. Berat! Ranselnya berisi laptop 14” jadul, bukan model sekarang yang ringkas dan ringan. 

HPO ini juga bisa saya selempangkan setelah menggendong Salsa. Salah satu tangan bisa membantu ‘menjaga’nya di salah satu sisi supaya aman dari jangkauan orang lain yang berniat jahat. 

Persiapkan Makanan dan Mainan Kesukaan Anak-anak 

Memori pertama Hasna traveling dengan naik pesawat adalah, ‘dapat jus buah gratis!’. Sejak saat itu, Buav*ta rasa jambu selalu menjadi minuman favorit karena mengingatkannya pada pengalaman naik pesawat pertama kali. Waktu itu kami memang manumpang pesawat Garuda dari Semarang menuju Denpasar. 

Setelah itu, untuk mudik dan balik kami memilih menggunakan jalur LCC via Solo karena selisih harganya cukup jauh. Tantangannya, kami harus mau repot dan harus rela menempuh perjalanan darat dengan kendaraan umum setelahnya. 

Alasan inilah yang membuat saya selalu menyiapkan jus buah dan camilan kesukaannya sebagai bekal di pesawat. Bakal repot banget kalau harus beli di pesawat sementara saya menggendong bayi juga. Jika perlu, selain makanan dan minuman kesukaan, bawalah mainan kecil yang bisa membuatnya sibuk di kursi pesawat. 

menyiasati naik pesawat membawa anak
Pemandangan favorit

Menyiapkan Perlengkapan Anak dan Obat-obatan yang Diperlukan 

Pernah mendapat kejadian tak mengenakkan saat di pesawat membuat saya selalu menyiapkan banyak printilan. Waktu itu si Kakak kecapekan setelah perjalanan pagi-pagi dari Semarang menuju Solo. Di dalam pesawat, wajahnya pucat dan mengeluarkan keringat dingin. Dia mengaku pusing dan mual, lalu meminta ke kamar kecil. Untunglah pusing dan mualnya bisa diatasi dengan minyak telon yang saya bawa.

Bagi yang biasa menggunakan obat tertentu, sebaiknya persiapkan di tempat yang mudah terjangkau agar jika sewaktu-waktu diperlukan bisa langsung mengambilnya. 

Dulunya, saya membawa kapas untuk diselipkan di kepala untuk menghindari sakit telinga saat pesawat take off dan landing. Namun anak-anak kurang nyaman dan ternyata cukup menggunakan jilbab sudah mengurangi dengingan di telinga. 

Jika anak masih terlalu kecil dan nyaman dengan earmuff, akan lebih baik. Waktu membawa Baby Salsa, saya tidak menyiapkan earmuff, karena saat dicoba si Kecil tidak nyaman. Saya hanya menyiapkan kapas dan jilbab seperti kakaknya, lalu menyusuinya terutama saat akan take off dan landing. Setelah pesawat stabil di atas, kondisinya akan lebih tenang. 

Intinya, buatlah anak senyaman mungkin. Kalau bisa, pilih kursi yang disukai anak. Si Kakak senang duduk di pinggir dekat kaca karena bisa mengamati awan dan pemandangan di bawah. Saya pun request kursi di pinggir dekat kaca untuk si Kakak, dan saya mengalah duduk di tengah. 

Saat itu pesawat full, terlihat tak ada satu pun kursi yang kosong, tidak seperti perjalanan kami sebelumnya. Duduk di sebelah saya seorang ibu setengah baya dengan wajah asing berjilbab rapi. Sepertinya beliau bersama rombongan keluarga _yang terlihat seperti keluarga keturunan Arab_ karena sejak masuk bandara kami sempat bersisian di antrean. 

MasyaAllah, beliau sangat ramah dan Bahasa Indonesianya lancar. Ternyata beliau muslimah asal Filipina yang menikah dengan orang Indonesia keturunan Arab dan menetap di Amerika selama 25 tahun. Beliau sedang berlibur di Indonesia dan kebetulan setelah dari Bali akan mengunjungi pernikahan saudaranya di Jogja. Kalau tidak salah ingat mereka akan ke Jogja setelah sebelumnya mengunjungi kerabat di Solo. 

Baiknya beliau, mengajak ngobrol dan juga memotivasi setelah saya ditanya alasan kenapa pulang hanya dengan anak-anak. Beliau juga membantu mengambilkan snack-snack yang kadang jatuh dari tangan anak, karena saya tidak bisa menjangkau. Menjelang pesawat landing, saya kesulitan membuang sampah, beliau pun mengulurkan bantuan. Terima kasih, Ibu. Semoga ibu dan keluarga sehat selalu. 

Hm.. maafkan cerita ini jadi melebar ke mana-mana. Memang seperti itulah kondisi saat perjalanan pulang membawa 2 bocah. Tak terbayangkan bagaimana seorang sahabat yang membawa 3 anak sekaligus barang-barang menyusul suaminya yang mendapat tugas belajar di negeri Sakura. Juga seorang adik kelas yang membawa balitanya seorang diri terbang selama 14 jam untuk menyusul suaminya ke Inggris. Saya hanya ‘maktring!’ Denpasar-Solo saja sudah kerepotan. 

Alhamdulillah, inilah permata pengalamanku yang semoga bisa diambil manfaatnya. Banyak hal yang awalnya saya pikir akan sulit rupanya dimudahkan oleh Allah. Mengutip kata sahabat saya, saat dia melakukan perjalanan seorang diri membawa anak-anak, bukan karena dia yang kuat luar biasa. Namun karena bala bantuan yang sudah disiapkan Allah untuknya. MasyaAllah. 

Semoga bermanfaat, 

Salam, 

1 komentar untuk "Pengalaman Pertama Membawa Dua Anak Naik Pesawat"

  1. Ga ada terlalu repot kalo bawa anak2 apalagi bayi. Rasanya tas udah kek orang pindahan aja tapi gimana lagi seringkali kejutan2 lucu dan mengjengkelkan muncul di jalan :)

    BalasHapus