Corona Cepatlah Enyah, Kami Rindu Sekolah
Daftar Isi
Sejak diberlakukannya belajar di rumah, anak-anak saya jadi lebih cepat
bosan. Biasanya, pukul 7.30 (sering juga jam 8 baru keluar rumah) hingga pukul
12.00 WITA si Kakak belajar di sekolah. Saat ini dia masih di TK B, jadwal
sekolahnya full day selama 5 hari,
hari Sabtu dan Ahad libur. Namun sekarang kegiatannya jadi kurang terkontrol.
Sejak awal kami sudah memberi pengarahan bahwa semua harus tetap di
rumah, tidak boleh main ke luar apalagi jalan-jalan seperti biasanya. Oh ya,
kami punya kebiasaan jalan-jalan ke taman atau ke pantai ketika ayahnya libur
dan tidak ada kegiatan lain. Awalnya si Kakak mengangguk-angguk dan mematuhi.
Dua hari pertama, agenda #dirumahaja lancar. Sesekali kami keluar hanya ke
teras untuk berjemur dan sedikit menyegarkan mata supaya tidak makin jenuh.
Lama-kelamaan, anak-anak yang lain mulai bermain di luar. Akhirnya si
Kakak pun ‘kabur’ dan berbaur dengan teman-temannya. ‘Tugas main’ dari bunda di
sekolahnya dikerjakan sekenanya, pikirannya sudah berlarian bersama
teman-temannya di luar. Ah ya, kecuali tugas yang berkaitan dengan masak,
menggunting, menempel yang sangat dia suka.
“Kak, kangen temen-teman di sekolah nggak?” pernah saya mencoba mengorek perihal
kejenuhannya.
“Nggak. Aku di sini juga punya teman, ko!” jawabnya spontan.
Saya hanya menahan tawa, wong
setiap lihat foto teman-temannya di status WA para mama wali murid, dia selalu
antusias dan nyerocos ingin main sama
si Ini, si Itu. Kesimpulan sementara, dia bosan belajar di rumah dengan bundanya. Ya bagaimana lagi, saya sudah
mencoba berbagai cara namun sepertinya masih belum cocok.
Saya juga sangat berharap corona segera berlalu, supaya anak-anak bisa
kembali ke sekolah. Saya pernah mendapat masukan untuk men-drill si kakak khususnya baca-tulis, namun lagi-lagi tiap sesi
latihan hampir selalu berakhir dengan ngambek. So, salah satu hal pertama yang saya harapkan after covid-19 yang
melanda negara kita adalah anak kembali ke sekolah.
Kami menyadari bahwa pendidikan anak secara fitrah adalah tugas kedua
orang tua. Dulu, saya rajin mengikuti grup home schooling dan getol belajar
bagaimana orang tua membangun ‘sekolah’ di rumahnya, untuk anak-anaknya.
Belajar di Sekolah
MasyaAllah, indah sekali membayangkan di rumah yang setiap hari ramai
oleh celoteh dan kegiatan anak. Namun di lapangan, setelah mengamati anak dan
melihat kemampuan diri sendiri, kami memutuskan untuk memasukkannya ke sekolah.
Awalnya hanya untuk ngetes bagaimana si Kaka. Rupanya dia lebih nyaman dan
berkembang di sekolah. Selain itu, ada beberapa bagian yang tidak bisa kami handle sendiri sehingga kami semakin
mantap untuk menyekolahkannya.
Akhirnya mimpi untuk home schooling
pun buyar. Tak masalah, semoga ini adalah langkah terbaik untuk masa depan anak-anak.
Sebelum corona ‘menyerang’ pun kami tak pernah meremehkan profesi guru.
Apalagi ketika si kakak pulang sekolah asyik bercerita apa saja yang diajarkan
bundanya di sekolah. Rasanya bahagia sekali, karena ketika bundanya sendiri
yang mengajarkan, belum tentu responnya sama.
Bermain bersama teman-temannya
Di lingkungan rumah, hampir tidak ada anak sebaya dengan si Kakak,
sehingga setiap hari dia bermain dengan anak yang usianya lebih kecil. Tak ada
masalah sebenarnya, tetapi saya sedikit mengamati, justru saat bermain dengan
teman-temannya di rumah malah sering emosi dan ngambek. Di sekolah pun ada
banyak fasilitas mainan yang mendukung aktivitas fisiknya.
Kelas Sentra Main Peran Kesayangan
Sepertinya, si Kakak meniru bundanya saat kecil, yang pemalu dan kurang
pandai berbicara di depan banyak orang. Kami selalu mendorongnya untuk percaya
diri, meski progresnya sangat pelan. Belajar
dari pengalaman masa lalu, sayang yang minder-an
jadi berpeluang menjadi korban perundungan. Sungguh rasanya sangat tidak nyaman
dan afeknya terbawa hingga dewasa. Semoga anak-anak kami tak perlu mengalami
seperti saya dulu.
Di kelas sentra main peran, tersedia berbagai mainan anak yang mendukung basic life skill. Anak-anak bahagia
sekali di kelas ini. Si Kakak juga sering bercerita kembali di rumah tentang apa
yang dilakukannya di sentra main peran.
Selain berharap situasi kembali normal dan anak-anak belajar di sekolah
lagi, saya juga berharap bisa mudik. Selama tinggal di Bali, kami merencanakan
untuk mudik di bulan syawal, menyesuaikan jadwal kerja suami dan biasanya saat
harga tiket mulai sedikit turun. Tahun ini, kami sudah pasrah jika misalnya
tidak bisa mudik. Alhamdulillah orang tua memahami, bahkan beliaulah yang melarang
kami mudik.
Bagaimanapun, corona virus datang dan ‘mengacaukan’ hidup manusia adalah
salah satu bukti kekuasaan Allah. Namun corona adalah berkah bagi alam, karena
dengan terbatasnya aktivitas manusia, bumi sejenak beristirahat. Ya, bisa jadi
ini adalah cara Allah agar bumi bisa sejenak ‘me time’. Setiap kejadian pasti ada hikmahnya, semoga
membuat kita menjadi lebih bersyukur. Aamiin.
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,