Mewariskan Budaya Literasi Keluarga untuk Masa Depan Indonesia
Mewariskan Budaya Literasi Keluarga untuk
Masa Depan Indonesia
Buku, Warisan Ilmu Terbaik Sepanjang Masa
“Ini,
Simbah baru beli buku lagi....”
Kalimat
kakek itu kusambut dengan bahagia tak terkira. Ya, salah satu oleh-oleh yang
dinanti oleh saya dan adik saya adalah oleh-oleh buku saat kakek mengambil uang
pensiunannya di awal bulan.
Beliau
seorang pensiunan penghulu di KUA. Kesehariannya di masa pensiun dihabiskan di
sawah dan memberikan ceramah agama di beberapa desa. Di sela-sela itu, beliau
tak pernah lepas dari membaca Alquran, kitab kuning, buku, majalah, dan
tabloid. Mungkin karena beliau memberikan ceramah agama di pengajian rutin
beberapa desa, tradisi keilmuan itu terus beliau jaga.
Namun
jangan bayangkan buku-buku yang beliau bawa sebagai oleh-oleh untuk cucunya itu
adalah buku-buku dengan kualitas bagus yang dilengkali ilustrasi menarik untuk anak-anak.
Bukan. Beliau ‘hanya’ membawakan buku-buku cerita bergambar berisi kisah nabi
atau dongeng nusantara, majalah bekas, dan tabloid atau koran seadanya yang
beliau dapatkan dari penjual buku bekas. Meski begitu, saat itu buku-buku kecil
itu selalu menemani hari-hari kami, bahkan tak pernah bosan meski berulang kali
membacanya.
Tinggal
di desa membuat kami kekurangan akses untuk mendapatkan buku bacaan selain dari
sekolah. Untungnya, guru-guru selalu mengizinkan saya meminjam buku dari
perpustakaan sekolah untuk dibawa pulang. Dari sanalah kegemaranku membaca seakan
menemukan muaranya.
Tradisi
keilmuan dari kakek itulah yang juga diwariskan kepada bapak. Keterbatasannya
sebagai seorang petani sederhana tak membuat beliau menyerah untuk mendapatkan
ilmu pengetahuan. Buku-buku yang saya pinjam dari sekolah juga beliau lahap.
Seringkali buku-buku itu juga menjadi bahan diskusi hangat di depan tungku api.
Sekelumit
kenangan masa kecil itu selalu tersimpan rapi dalam memori. Meski sederhana,
dengan buku seadanya dan sebisanya, tak menghalangi kakek dan bapak untuk menumbuhkan
rasa cinta buku kepada kami.
Sejak
saat itu saya bermimpi untuk memiliki perpustakaan pribadi dan rumah baca yang
terbuka untuk orang-orang di sekitar saya. Lama-kelamaan saya sadar bahwa
warisan terbaik yang tak akan lekang dimakan waktu dari orangtua untuk
anak-anaknya adalah ilmu, sumber ilmu: buku.
Tentang Budaya Literasi
Seringkali
kita mendengar atau mengucapkan kata ‘literasi’. Nah, apakah sebenarnya
definisi literasi?
Sebagaimana
yang dikutip dari Wikipedia, Literasi adalah istilah umum yang merujuk kepada
seperangkat kemampuan dan keterampilan individu dalam membaca, menulis,
berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu
yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, literasi tidak bisa
dilepaskan dari kemampuan berbahasa.
Definisi
lain mengemukakan bahwa literasi adalah kemampuan dan kompetensi pada bidang
tertentu, seperti literasi finansial, literasi kesehatan dan sebagainya. Lebih
jauh lagi UNESCO mendefinisikan literasi sebagai kemampuan untuk
mengidentifikasi, memahami, menginterpretasi, menciptakan, mengkomunikasikan,
menggunakan materi secara tertulis dan lisan yang berhubungan dengan berbagai
konteks.
Berangkat
dari kondisi rendahnya budaya literasi di Indonesia, pemerintah menggalakkan
program literasi dalam berbagai aspek kehidupan mulai dari individu, keluarga,
hingga di tataran sekolah dan instansi.
Ada
6 dimensi literasi sebagaimana yang tertuang dalam panduan Gerakan Literasi
Nasional (GLN), yaitu:
a. Literasi Baca dan Tulis
literasi
baca dan tulis berhubungan dengan pengetahuan dan kecakapan untuk membaca,
menulis, mencari, menelusuri, mengolah, dan memahami informasi untuk
menganalisis, menanggapi, dan menggunakan teks tertulis untuk mencapai tujuan, mengembangkan
pemahaman dan potensi, serta untuk berpartisipasi di lingkungan sosial.
b. Literasi Numerasi
Literasi
numerasi adalah pengetahuan dan kecakapan untuk bisa memperoleh,
menginterpretasikan, menggunakan, dan mengomunikasikan berbagai macam angka dan
simbol matematika untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks
kehidupan sehari-hari. Selain itu, juga kemampuan untuk bisa menganalisis
informasi yang ditampilkan dalam berbagai bentuk (grafik, tabel, bagan, dsb.)
untuk mengambil keputusan.
c. Literasi Sains
Literasi
sains adalah pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi
pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil
simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, membangun kesadaran
bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual dan budaya,
serta meningkatkan kemauan untuk terlibat dan peduli dalam isu-isu yang terkait
sains.
d. Literasi Digital
Literasi
digital adalah pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital,
alat-alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan,
membuat informasi, dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat,
tepat, dan patuh hukum dalam rangka membina komunikasi dan interaksi dalam kehidupan
sehari-hari.
e. Literasi Finansial
Literasi
finansial adalah pengetahuan dan kecakapan untuk mengaplikasikanpemahaman
tentang konsep dan risiko, keterampilan, dan motivasi dan pemahaman agar dapat membuat
keputusan yang efektif dalam konteks finansial untuk meningkatkan kesejahteraan
finansial, baik individu maupun sosial, dan dapat berpartisipasi dalam
lingkungan masyarakat.
f. Literasi Budaya dan Kewargaan
Literasi
budaya adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami dan bersikap terhadap
kebudayaan Indonesia sebagai identitas bangsa. Sementara itu, literasi
kewargaan adalah pengetahuan dan kecakapan dalam memahami hak dan kewajiban
sebagai warga masyarakat.
(sumber:
Panduan Gerakan Literasi Nasional (GKN) Kemendikbud 2017)
Pentingnya Gerakan Literasi Keluarga dan Masyarakat
Salah
satu bagian yang menjadi perhatian pemerintah dalam GLN adalah literasi
keluarga. Keluarga sebagai ‘organisasi’ paling kecil yang membentuk masyarakat
memiliki peran yang sangat vital baik bagi individu yang ada di dalamnya maupun
bagi masyarakat luas.
Sebagaimana
sering kita dengar narasi ‘ketahanan keluarga’ sebagai pondasi kokoh untuk
membentengi dan membentuk karakter individu, keluarga berperan penting dalam
membudayakan literasi.
Keluarga
juga merupakan ruang pendidikan pertama dan utama bagi anggota keluarga. Sehingga
jika budaya literasi telah mengakar dalam keluarga, maka anggota keluarga akan
lebih mudah dan tidak lagi mengalami gagap literasi dalam masyarakat. Lebih jauh
lagi, kondisi masyarakat yang telah ‘melek’ literasi akan memberikan pengaruh
baik bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Karena
itulah saya berusaha untuk melakukan peran-peran tersebut dalam keluarga,
terutama sebagaimana yang dulu diajarkan oleh bapak dan kakek.
Beberapa hal sederhana yang sudah saya
lakukan untuk menumbuhkan budaya literasi dalam keluarga:
1. Menyediakan Mainan Edukatif untuk Anak
Sejak
dini, anak-anak membutuhkan stimulasi untuk menumbuhkan kemampuan literasinya. Oleh
karena itu, pemberian mainan edukatif sesuai dengan fase tumbuh kembang anak
adalah sarana yang tepat.
Supaya
anak lebih tertarik untuk bermain, kita bisa memilih mainan yang warnanya
mencolok. Selain itu, bisa juga membuat mainan edukatif sendiri bersama anak. Cara
ini akan semakin meningkatkan keterikatan batin antara orang tua dengan anak.
2. Rutin Bercerita
Membacakan
cerita untuk anak-anak akan meningkatkan kemampuan literasi baca mereka. Perbendaharaan
kata akan semakin banyak dan daya imajinasinya jauh meningkat. Cerita yang
sederhana bisa kita dapatkan dari buku-buku maupun dari media online.
3. Membiasakan Anak Berinteraksi dengan Buku sejak Bayi
Saya
mulai mengenalkan buku kepada anak sejak mereka masih bayi. Saya pilih buku bantal/soft
book yang terbuat dari kain. Buku jenis ini aman digigit oleh bayi, bahkan sebagian
juga dilengkapi material untuk merangsang motorik halus mereka, misalnya dengan
suara ‘kresek-kresek’ saat bukunya diremas.
Setelah
bisa duduk dan memegang buku dengan kuat, saya kenalkan dengan buku berbahan
karton tebal/board book. Buku ini aman karena ujungnya dibentuk melengkung dan
tidak mudah robek.
4. Membuat Pojok Literasi di Rumah
Saya
bermimpi memiliki perpustakaan dengan banyak judul buku baik untuk anak-anak
maupun buku umum. Sayangnya sejak pindah ke Bali setahun yang lalu, saya harus
memulai mengumpulkan buku lagi, karena kurang memungkinkan membawa buku dari
Semarang.
Alhamdulillah
meski masih kecil dan sangat sederhana, kami mempunyai ‘pojok literasi’ di
rumah, berupa rak buku yang mudah dijangkau anak-anak. sedangkan sebagian buku
umum sebagian masih menjadi ‘penghuni’ koper karena rak bukunya tidak muat.
5. Memanfaatkan Gawai Seperlunya
Anak
kecantuan gadget? Ini bisa menjadi
masalah baru yang cukup pelik bagi orangtua. Literasi digital adalah salah satu
yang harus dimiliki oleh anak-anak dan keluarga terutama untuk mengikuti
perkembangan teknologi. Namun, jika sampai kebablasan, akan merusak otak
anak-anak dalam masa pertumbuhan bahkan juga orang dewasa.
Kami
memanfaatkan gadget untuk melihat
video edukasi atau ‘membaca’ buku berteknologi augmented reality. Waktu untuk melihat video pun kami batasi supaya
anak tidak terdistraksi dan otaknya menjadi pasif.
Video Melibatkan anak untuk membuka buku dan mencoba teknologi augmented reality dengan gawai.
6. Membiasakan Memberikan Buku sebagai Hadiah
Buku adalah sebaik-baik hadiah. Memberikan hadiah saat ada teman
atau tetangga yang ulang tahun, menikah, atau kesempatan lain adalah salah satu
cara menyebarkan budaya literasi yang cukup efektif.
Buku anak-anak yang beragam dan menarik juga akan membuat mereka
makin cinta buku. awalnya mungkin kurang menarik bagi yang tidak dibiasakan,
namun lama-lama akan menjadi kebiasaan yang baik dan tumbuh rasa cinta baca
buku.
7. Membiasakan 1821 untuk Keluarga
Konsep 1821 ini dikenalkan oleh seorang pakar parenting, Abah
Ihsan. Sejalan dengan program ‘senja keluarga’ yang pernah dicanangkan
pemerintah, beliau membuat waktu khusus untuk keluarga tanpa TV dan tanpa
gadget sejak pukul 18.00 – 21.00. sebenarnya konsep ini bisa disesuaikan
waktunya dengan kondisi masing-masing keluarga.
Pada intinya, setiap keluarga memiliki waktu istimewa yang khusus
untuk keluarga tanpa gangguan. Waktu ini bsia digunakan untuk membaca, belajar
bersama, berdiskusi, mengaji, dll. Meskipun belum konsisten, kami berusaha
untuk menyediakan waktu bersama supaya ana-anak menemukan tempat yang nyaman
adalah di rumah, bukan di tempat lain.
Mimpi untuk Memiliki Perpustakaan dan Rumah Baca
Sejak dulu, sejak memiliki perasaan bahwa buku adalah barang
paling berharga di dalam rumah, saya bersemangat untuk membeli buku. Saya rela
menahan lapar saat jam istirahat sekolah dan menelan ludah melihat teman-teman menikmati
makan siangnya, karena saya bertekad mengumpulkan uang jajan. Uang jajan yang
terkumpul saya belikan majalah remaja yang di dalamnya berisi sarana untuk saya
belajar banyak hal terutama menulis. Selainnya, hanya tiap semester saya bisa
membeli buku novel kesayangan di toko buku.
Kebiasaan ini terbawa hingga kuliah. Saya rela mengumpulkan uang untuk
membeli buku di tengah minimnya uang saku dari orangtua. Beruntung teman-teman
kos kebanyakan juga ‘kutu buku’ sehingga koleksi bukunya memenuhi rak buku di
kamar. Saya seperti mendapat ‘durian runtuh’ karena bisa meminjam buku dari
mereka.
Mimpi untuk memiliki perpustakaan pribadi masih terus ada sampai
sekarang. Sayangnya sejak pindah ke luar kota, belum banyak buku yang ada
karena kesulitan untuk pengiriman. Buku-buku koleksi saya masih tersimpan rapi
di rumah mertua.
Semoga sedikit demi sedikit saya bisa menambah koleksi buku
sehingga makin lama makin banyak dan saya bisa membuka rumah baca masyarakat.
Kenapa saya getol melakukan ini? karena saya sadar, bahwa masa
depan Indonesia ada di tangan anak-anak kita. Ketika orangtua berhasil mendidik
dan membentuk karakter mereka artinya adalah harapan cerah untuk Indonesia di
masa yang akan datang. Tentu, bukan hanya keluarga saja yang penting. Disadari
atau tidak, kita punya tanggung jawab untuk menciptakan budaya literasi dalam
masyarakat.
Teorinya, ketika kita ingin budaya literasi mengakar dalam
masyarakat, maka setiap anggota dalam keluarga punya tanggung jawab untuk berperan
serta. Seperti halnya ketika kita ingin lingkungan kita baik, maka yang perlu
dididik tidak hanya anak kita tetapi juga anak tetangga. Meski pada praktiknya,
di era sekarang makin banyak orang yang individualis.
Maka dengan Rumah Baca Masyarakat saya merasa menemukan sarana
untuk mendidik anak-anak tetangga tanpa mereka harus merasa digurui dan
didikte. Semoga keinginan ini terwujud supaya saya bisa berperan dalam
menumbuhkan budaya literasi di lingkungan masyarakat di mana saya tinggal. Aamiin.
Semoga hal-hal kecil yang sudah kami lakukan dalam upaya membudayakan
literasi ini bisa bermanfaat dan menginspirasi.
Sekali lagi, keluarga adalah pondasi yang paling penting dalam
pendidikan anak sehingga perannya sangat besar dalam meningkatkan budaya
literasi di Indonesia. Semoga keluarga-keluarga di Indonesia semakin
bersemangat untuk hal ini dan bisa bersinergi mewujudkan program GLN.
Semoga bermanfaat,
Salam,
Tulisan ini diikutkan dalam lomba #LiterasiKeluarga #SahabatKeluarga Kemendikbud 2019
Waaah, komplit sekali penjelasannya mba. Makasih ya artikelnya bermanfaat sekali dan memotivasi saya untuk mewariskan budaya baca ke anak-anak
BalasHapusTerima kasih, semoga bermanfaat ya :)
HapusWah era digital ini memang banyak mainan edukatif untuk anak ya mbak. Dan aku dukung gerakan literasi ini, juga pengen punya perpustakaannya. Aku pun punya beberapa buku di rumah Cibinong dan Tarogong, beres renovasi nanti aku tata lagi ah di rak buku-bukunya, membaca memperluas wawasan dan jendela dunia juga ilmu ya :)
BalasHapusBetul Mbak, nggak cuma baca buku kertas aja sih, karena seiring perkembangan zaman, banyak yang beralih ke e-book. intinya rajin baca :)
HapusJaman sekarang paling sulit ya, Mom.
BalasHapusAdanya gadget membuat anak-anak lebih tertarik pada gadget.
Zafa sendiri, lebih mudah belajar melalui gadget.
Kadang merasa bersalah akan tetapi mau gimana.
bagusnya dia masih suka sama buku-buku cerita.
Betul, Mom. Zafran... gemes banget kalau denger dia ngomong English :)
HapusPenting buangeeett untuk menanamkan kecintaan membaca utamanya buku fisik
BalasHapusInsyaAllah abis gini mau ada Big bad Wolf d sby
aku mau dataaaanggg
--bukanbocahbiasa(dot)com--
Yaampun MBak... sayang banget pas dompetku lagi tipis.. padahal pengen nitip pas ada BBW di SBy
Hapusanakku yang kedua tipe visual anaknya,dia seneng banget sama buku dan gambar2, pengen deh beliin eksiklopedi anak buat dia
BalasHapusMakin semangat ya kalau anak suka sama buku :)
HapusBahkan buku pun sekarang ada di gadget, jadinya gadget sulit kita lepasin hihihi.
BalasHapusTerlebih mamak-mamak milenial zaman now kerjanya di gadget, makin deh tantangan bikin anak suka buku ketimbang gadget.
Emang banyak banget PR saya sebagai orang tua, khususnya mengenalkan literasi, karena sesuka apapun anak dengan dunia baca, tetep gadget yang menang hahaha
Iya Mba, harus melek juga sih sama gawai ya, tapi keknya gaperlu diajarin banyak2 pun anak-anak cepet mudeng kalau urusan gawai :D
HapusHenpon kita pun bisa dijadikan alat utk mengenalkan budaya literasi.
BalasHapuskarena buku dan gadget sekarang nggak bisa dipisahkan ya...
Betul Mbak, meskipun tetep harus dibatasi ya :)
HapusTulisannya inspiratif, saya malu sebagai ibu kurang giat menumbuhkan minat literasi pada anak. Koleksi buku kalah dengan adanya ponsel untuk dimainkan Palung. Sepertinya saya harus ajak Palung menyambangi toko buku besar dan melihat sendiri bagaimana kegiatan literasi yang baik itu.
BalasHapusOh ya, saya juga punya banyak kenangan mengenai buku dari kecil, sayang telat tahu lombanya. Semoga terpilih jadi juara, ya. Semangat.
Semangat, MBak!
HapusSenang ya kalau sekeluarga suka baca, suka buku. Jadi bisa baca bareng dan lainnya. Biasaain mencintai literasi sejak dini itu penting banget. Btw, itu si Kakak laptopnya kardus, tapi tetikusnya asli
BalasHapusAyahnya belum ini... masih PR emaknya ngajakin si Ayah cinta buku :D
HapusHaha. iya, soalnya udah nggak sempat bikin tetikusnya, tapi dia maunya persis kayak bunda. jadilah aku pinjemin sebentar :D
Mba masya Allah aku bookmark ya ini ❤❤ inspiratif banget sih bikin laptop buat anak. Mau aku tiru ❤
BalasHapusSilakan, MBak... semoga bermanfaat :)
HapusKalau dapat warisan buku, jaganya harus hati2 ya. Karena kan rentan rusak. Tapi ya bukan berarti cuma dipajang aja hihihi..
BalasHapusAhahaha. yang paling penting warisan ilmunya ;)
Hapussusah juga ya mba kalau dihadapkan dengan gadget kadang lebih menarik tahu cerita lewat gadget dibandingkan dengan baca sendiri dari buku nah ini tantangan banget :)
BalasHapusIya Mbak, sekarang aja aku mulai melirik ebook soalnya harganya juga lebih murah *eh
HapusSemua tip di atas sy lakukan Mba .kecuali ttg gawai Krn zaman dulu blm musim.. Alhamdulillah memang hasilnya bagus..anak2 jd suka baca.. walau ada satu yg engga krn wkt itu fokus terbagi .huhu
BalasHapusMasyaAllah... kudu belajar banyak sama Mba Ida nih... :)
HapusLaptopnya mirip banget sama aslinya, tadi kalau gak baca caption fotonya aku pikir bukan mainan loh itu. Konsep gadgetnya sesuai buat anak TK-SD ya anakku juga gak pegang gadget jam segitu. Tapi buat yang SMP agak susah tugasnya ada di sana juga
BalasHapusHihi. Iya MBak. mau nggak mau memang harus mengikuti perkembangan zaman. asal nggak berlebihan sih ya ;)
HapusKami sedang belajar untuk melek literasi. Kalau melek literasi digital, anak-anak sudah dengan sendirinya belajar dan pintar namun untuk literasi ilmu pengetahuan melalui buku ini yang harus ditanamkan sejak dini.
BalasHapusBetul Mbak, niatnya begitu jadi meskipun buku anak sering harganya lumayan mahal tapi tetep semangat beli :)
HapusBagus nih kalau anak sudah dikenalkan pada budaya baca sejak kecil. Kedua anakku kuperlakukan sama loh, tapi kok yang kedua ini belum berhasil jadi anak yang gemar membaca :)
BalasHapusBeda karakter ya Mbak :)
Hapusbuku memang harta yang sangat berhargaaa ya mba. Di rumah kami bertaburan buku dan memang buku kerap menjadi hadiah istimewa untuk anak - anak
BalasHapusMasyaAllah... saya masih mimpi punya koleksi buku yang banyak, Mbak... :)
HapusLiterasi penting ya, apalagi sejak dini, orangtua yang menginginkan anaknya tumbuh jadi anak cerdas, salah satunya harus menanamkan budaya baca atau literasi sejak dini.. banyak sudah merasakan manfaat dari literasi sejak usia dini
BalasHapusBetul banget Mbal ")
HapusMembuat pojok literasi adalah salah satu hal yang saya lakukan untuk meningkatkan kegiatan anak dalam membaca buku dan mengenal banyak hal mbak.
BalasHapusIya Mbak... saya mah masih sebiasanya banget ini, yang penting semangat dan konsisten dulu
HapusMba wakakak aku ngakak abis laptop buatanmu sama kakak keren
BalasHapustak liatin ke suami, kita ngakak bareng. Aku jadi belajar banyak nih mba. Ah kamu keren parentingnya.
Hihihi. Itu pas Hasna galau ayahnya baru berangkat ke Bali. Dia tanya terus, ayah kerjanya ko lama nggak pulang-pulang... jadinya pas adiknya tidur aku ajakin bikin laptop :)
Hapussaya dan suami juga punya keinginan yang sama pengen ada perpustakaan mini di rumah, biar anak-anak juga gemar membaca.
BalasHapussetuju banget nih Mbak, kasih kado buku, saya juga biasa gitu, lebih bermanfaat :)
Suami saya belum suka baca buku, Mbak. tapi aku bersyukur beliau selalu mendukung kegiatan saya :)
Hapus