Dengan Izin Allah, Saya Berhasil Melalui Persalinan VBAC (Part 1)
Daftar Isi
Kamis, 26 Oktober 2017.
02.10 am
"Sudah lahir?" tanyaku begitu 'isi perut' seperti tumpah
keluar. Terasa cepat sekali dibanding datangnya gelombang cinta yang
bertubi-tubi sebelumnya.
"Iya Bu, sudah. Selamat ya!" jawab bidan dan perawat yang
mendampingi persalinan.
Ah, MasyaAllah, ada rasa haru dan bahagia tak terhingga begitu bayi itu
diangsurkan padaku untuk IMD (Inisiasi Menyusu Dini).
Dokter segera melakukan 'finishing' yang kusambut dengan cengiran dan
ringisan.
Sekian menit saya tergugu, betapa Allah sangat pemurah.
Teringat beberapa bulan lalu, seorang sahabat memberi nasihat, 'JANGAN
LUPAKAN QIYAMULLAIL' saat saya bertanya perihal pengalamannya berhasil melalui
persalinan VBAC.
Nyatanya tidak tiap malam saya bisa bangun untuk merayuNya, dan tilawah
Alquran pun tidak sesuai dengan target diri sendiri. Hiks 😢😢
Makin tergugu saat dokter bergegas mengambil air wudlu setelah selesai
menangani persalinan. Sejurus kemudian terdengar beliau melakukan shalat
tahajud di pojok ruangan bersalin sementara perawat membantuku bebersih badan.
Malu.... sekali rasanya. Betapa Allah selalu mengabulkan doa, tapi justru
saya yang tidak sepenuhnya memanfaatkan moment-moment mustajab untuk memohon
doa.
Alhamdulillahirabbil 'alamin.. Masih amaze dengan kuasaNya yang
mengizinkan saya bisa melalui persalinan pervaginam dengan riwayat SC
sebelumnya.
Terimakasih atas do'a dan support dari sahabat semua 😘😘
Ending yang membahagiakan itu bukan dilalui dengan tanpa beban dan
hambatan. Seperti pepatah berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian,
bersakit dahulu bersenang-senang kemudian. Dan saya pun selalu yakin dengan
janji Allah bahwa bersama kesulitan ada kemudahan.
25 Februari 2017
Hari itu tepat anak pertama saya berusia 3 tahun. Tak ada yang istimewa, saya
justru meninggalkannya seharian di rumah bersama mbah dan dua Buliknya yang
sedang berkunjung. Saya mengikuti acara blogger dan berlanjut kajian rutin
hingga menjelang maghrib.
Hari itu saya juga merasa tak enak badan, perut begah, kepala pusing dan
sesekali mual.
"Hamil mungkin, sudah berapa hari telat?" pertanyaan ini
meluncur dari seorang teman, yang kutangkis dengan fakta biasanya datang bulan
selalu maju dari tanggal alias siklus panjang.
Tapi berhubung beberapa hari setelahnya Si Tamu tak jua datang, saya
mulai curiga. Jangan-jangan beneran hamil? Apalagi sempat muntah-muntah dan
jadi kurang berselera makan. Bakmi Jawa favorit menjadi tak nikmat di lidah dan
tak kuasa menghabiskan seporsinya.
Dan, tespack setelah terlambat sepekan menunjukkan 2 garis merah. Ya
Rabb.. Saya hamil lagi?!
Sebenarnya saya ingin hamil setelah Hasna berusia 2 tahun dan sudah lulus
ASI&Toilet Training. Namun rupanya Allah lebih Mengetahui waktu yang paling
tepat sehingga Dia memberikan amanah lagi setelah si Kakak berusia 3 tahun.
Bismillah, berbekal jarak kehamilan yang kurang lebih 3,5 tahun sampai
nanti melahirkan saya pun berniat untuk melahirkan normal (pervaginam).
InsyaAllah bisa! Itu keyakinan saya, karena banyak teman dan kasus ibu
yang melahirkan sectio tetap bisa melahirkan pervaginam dengan syarat dan
ketentuan berlaku, tentu saja. Suami yang awalnya gundah akhirnya ikut
mendukung setelah saya berikan kisah-kisah mereka yang berhasil melalui
persalinan VBAC (Vaginal Birth After Caesarea).
Segera saya periksa ke bidan terdekat, tempat saya periksa kehamilan si
Kakak Hasna dulu.
"Saya ingin bisa lahiran normal, Bu," ujar saya saat konaultasi
dengan bidan tersebut.
"Ya, bismillah insyaAllah bisa. Sekarang dijalani dulu saja, tak
perlu banyak dipikir. Nanti mulai trimester ke tiga baru bisa dilihat kira-kira
memungkinkan untuk lahir normal atau tidak," jawab beliau.
Bulan-bulan berikutnya sembari mencari dokter kandungan yang pro VBAC,
saya periksa ke bidan yang sama atau ke rumah bersalin (RB) yang menyediakan
layanan USG (ultrasonografi). Sayang di RB tersebut dokternya tidak menyarankan
untuk melahirkan normal.
"Kalau dulu SC harus SC lagi, Bu" kata beliau.
Saya hanya menanggapi dengan tersenyum. Di zaman serba canggih dan arus
informasi yang cepat, ada ibu berhasil VBAC dengan jarak kurang dari 2 tahun
akan diketahui oleh seantero jagad raya Bu! Batin saya waktu itu. Memang
semuanya tergantung kondisi, tapi dengan jarak 3 tahun lebih harusnya sudah
sangat aman kecuali ada faktor risiko lainnya.
Setelah beberapa kali periksa ke RB yang sama namun tanggapan dan layanan
petugasnya makin kurang menyenangkan, saya pun makin getol mencari informasi
DSOG dan rumah sakit yang cocok.
Ingin kembali ke rumah sakit tempat Hasna dilahirkan, namun ragu dengan
dokternya apakah pro VBAC atau tidak. Sedangkan ada dokter lain yang pro VBAC
namun praktik di RS yang lain.
Saya mencoba konsultasi ke dokter yang dulu menangani Hasna, namun ketika
saya menyampaikan keinginan untuk ikhtiar melahirkan pervaginam beliau tidak
mendukung. Sejak awal beliau mengatakan kejadian seperti saya saat melahirkan
Hasna bisa berulang (Ketuban Pecah Dini/KPD dan partus lambat sampai air
ketuban habis).
Mendengar itu, saya langsung mencoret nama beliau dari daftar dokter
untuk persalinan nanti. Akhirnya terpaksa mencoret rumah sakit tempat beliau
praktik juga. Hiks. Padahal dibanding RS swasta yang lain, RS ini paling nyaman
untuk melahirkan karena RS kecil sehingga tidak terlalu sibuk dan ramai.
Lagi-lagi saya mencari pertimbangan rumah sakit dan dokter yang ramah
untuk konsultasi sekaligus pro-VBAC. Butuh waktu lama bagi saya untuk
memutuskan, karena masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Dokter A
orangnya sangat santai tetapi pekerjaannya terkesan terburu-buru dan kurang
rapi. Dokter B sangat ramah dan baik tapi antriannya panjang dan butuh
perjuangan untuk bertemu beliau. Dokter C sering terkesan jutek tapi beliau
sangat profesional dalam kerja. Dokter D hanya praktik di RS yang tidak
termasuk dalam list saya. Dokter E terlalu jauh dari rumah. Duh, kepala saya
pusing memikirkannya.
Setelah memikirkan banyak hal dan mengumpulkan testimoni dari
teman-teman, akhirnya saya dan suami sepakat untuk konsultasi dengan dr. P di RS. Roemani.
Akhir Agustus 2017 (31 Week
Pregnancy)
Bismillah, Jumat di akhir Agustus itu diawali dengan keriweuhan suami yang rela berangkat pagi-pagi ba'da shalat subuh.
Demi apa? Demi ikhtiar mendapatkan kuota konsultasi dengan dr. P. Waktu itu
Roemani belum bisa melayani registrasi online, sehingga nomor antrean harus
diambil pagi-pagi supaya tidak kehabisan. Kebetulan dr. P selalu membatasi
pasien di setiap praktik, dan untuk hari Jumat maksimal 25 pasien. Padahal
Jumat adalah jadwal praktik beliau yang paling lama selama sepekan.
Alhamdulillah, suami mengabari saya dapat kuota sehingga harus bersiap
agar nantinya tidak terlambat.
Setelah antre cukup lama di depan poli kandungan, akhirnya giliran saya
dipanggil. Senang sekali bisa bertemu dan bertanya banyak dengan dokter
fenomenal kesayangan para bumil di Semarang itu. Beliau sangat ramah dan
langsung menanggapi dengan santai saat saya mengatakan ingin ikhtiar melahirkan
normal.
"Bismillah, insyaAllah bisa. Tapi harus ikhtiar ya Bu, nggak cukup
do’a aja. Nanti ikut senam hamil, tiap hari harus jalan kaki, jaga asupan
makanan supaya BBJ (Berat Badan Janin) nggak kebesaran, harus banyak minum air
putih supaya nggak KPD (Ketuban Pecah Dini) lagi, jangan minum teh sama sekali
supaya HB mencukupi,"
"Baik Bu, insyaAllah. Supaya HB tinggi bagaimana, Dok?"
"Banyak makan daging merah, oia kurangi konsumsi karbo dan gula ya.
Kalau bisa nggak usah makan nasi sama sekali nggak apa-apa. Kalau belum bisa ya
sedikit saja boleh,"
"Baik, Dok,"
Dan pemeriksaan selanjutnya seperti biasa, alhamdulillah tidak ada
masalah.
Hari itu juga saya langsung didaftarkan untuk mengikuti senam hamil di
RS. Roemani yang diampu oleh bidan Naning, bidan yang mengasisteni dr. P waktu itu.
Jika sebelum bertemu dr. P saya malas minum vitamin dari bidan, maka
setelah itu saya berniat untuk rajin minum vitamin. Apalagi resep dari beliau
terbilang mahal. Hehehe.
Bismillah, saya mulai menerapkan apa kata dokter. Jalan pagi ditemani
suami dan anak, ikut senam hamil (tunggu ceritanya di tulisan selanjutnya ya,
Bunda!). Juga mengurangi asupan karbohidrat dan gula. Etapi saya masih ngopi
hitam dengan sedikiiit tambahan gula. Sesekali minum tanpa gula, tapi lebih
sering dengan sedikit gula.
Kalau lapar bagaimana? Hm.. Saat lapar (namanya juga ibu hamil trimester
3 pasti sering kelaparan) saya nyemil buah atau minum air putih banyak-banyak.
Awalnya cukup tersiksa sih, tapi lama kelamaan jadi terbiasa.
September 2017 (35 weeks
pregnancy)
Alhamdulillah, setelah terlambat hampir dua pekan dari jadwal periksa,
akhirnya bisa ketemu dokter lagi.
"BBJ sudah 2,75. Sudah besar nih, kemarin gimana?"
"Wah, ko sudah besar ya Dok? Saya sudah mengurangi karbo dan gula...
" jawabku sedikit putus asa.
"Banyak makan buah ya? Buah manis juga gulanya banyak itu.. "
"Oh, jadi gula yang dari buah juga kurang baik?"
"Iya, sama aja itu. Apalagi jika makannya banyak."
"Duh, saya salah dong, Dok. Pikirnya ga makan karbo sama gula tapi
buah nggak apa-apa."
"Mulai sekarang hindari karbo sama gula, termasuk buah yang manis.
Nasi nggak usah sama sekali. Makan protein tinggi aja tiap hari."
"Kalau banyak protein tinggi, BBJ bisa naik tapi bayinya kecil,
nggak 'ngembang'," lanjut bidan yang menemani dr. P.
Oh, baiklah! Meski 2-3 hari pertama rasanya stress dan tersiksa dengan
diet dari dokter ini, alhamdulillah bisa menjalaninya dengan mudah setelah
sekian hari. Sesekali lah masih cheating
nyemil singkong, pisang rebus, atau sukun kukus yang dimasak ibu.
Bayangkan tersiksanya orang yang seumur-umur tidak pernah diet, tiba-tiba
dalam kondisi hamil tua harus diet karbo dan gula. Padahal makanan kegemarannya
adalah termasuk yang manis-manis, cokelat, eskrim, roti, hwaaa...! *crying
Seringkali pagi-pagi merengek ke suami minta bubur ayam, atau apa yang
ditemui saat jalan pagi. Sayangnya, keinginan hanya tinggal keinginan. Sesekali
ingin makan roti cukup minta segigit dari roti si Kecil atau menggigit
pinggiran roti suami. Kadang saat stress tak tertahankan akhirnya jadi banyak
nyemil juga, dan setelahnya baru merasa bersalah. Hiks.
(Bersambung Part 2)
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,
Moga sehat selalu yaa, dilancarkan semuaanya.
Loh, ibu kok pesimis? Jiahahahaha digituin, saya jadi semangat lagi. Doakan ya mbak, semoga bisa sukses VBAC juga.