Weaning with Allah, Weaning With Love [Menyapih karena Allah, Menyapih dengan Cinta]
Daftar Isi
Bismillahirrahmanirrahim,
Apa kabar, Ayah-Bunda? Hm.. sudah lama sekali nggak menyapa di sini,
hihi. Sebenarnya mau cerita tentang proses menyapih Hasna dari kapan tahu. Waktu
itu juga ditunggu pengalamannya sama teman yang ‘senasib’ tapi subhanallah...
setelah lebih dari setahun dari masa itu ternyata belum juga tertuang dalam
tulisan. Hiks. Disitu saya merasa sedih.
Baiklah, mari kita lanjutkan.
Menyusui merupakan moment yang
indah dan membahagiakan bagi seorang ibu dan anak. Di mana, mereka bisa saling
berpandangan menyalurkan cinta, menciptakan bonding
yang kuat diantara mereka. Tentu, ketika sudah mencapai 2 tahun, kewajiban
seorang ibu untuk menyusui anaknya sudah lunas, artinya dia sudah boleh
berhenti atau menyapih anaknya. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah:
233
"Para ibu hendaklah menyusukan
anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.
Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah
karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin
menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka
tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang
lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Melihat apa yang kamu kerjakan." (Al-Baqarah: 233).
ada beberapa pendapat yang mengatakan 2 tahun itu bukan waktu final, poin
utamanya pada keihklasan ibu, bayi, dan ayahnya. Sehingga sebagian orang masih
memeberikan ASI hingga usia anaknya melebihi 2 tahun. Hal ini tentu tidak perlu
diperdebatkan.
Sebelum menyapih Hasna, saya pun mencari informasi dan sharing dengan
sesama ibu menyusui yang pernah menyapih anaknya atau saat itu dalam proses
penyapihan. Setiap anak itu unik, ini yang harus dipahami oleh setiap ibu. Pun
ibu sendiri juga tidak sama dengan ibu yang lain baik kemampuan, kondisi,
maupun kemudahan dan kesulitan yang dihadapi.
Ada sebagian yang diberi ujian hanya bisa memberikan ASI untuk anaknya
selama beberapa bulan saja, ada yang terus-menerus berlimpah sampai lebih dari
2 tahun, ada pula yang berusaha sekenanya tapi ASI-nya luber-luber, ada yang
harus berjuang mati-matian untuk pumping
dan meningkatkan produksi ASI. Apapun kondisinya, harus tetap disyukuri dan
dijalani bahwa itu adalah dalam rangka ibadah kepada Allah.
Alhamdulillah, saya termasuk yang sedang-sedang saja, ASI cukup tapi
tidak sampai luber-luber dan bisa punya stok ASIP melimpah. Setiap saya
menyusui dan memandangi mata Hasna, saya ajak dia untuk berdoa kepada Allah
agar memudahkan proses penyusuan dan ASI cukup hingga masa penyapihan kelak.
Lalu bagaimana caranya menyapih agar tidak terjadi drama? Berikut
beberapa hal yang saya lakukan.
Ikhlas dan Berdoa Kepada Allah
Seperti dalam kutipan ayat Al-Qur’an di atas, antara ibu, anak dan ayah
harus ikhlas untuk menyapih. Jika kedua orangtuanya ikhlas tetapi anaknya belum
mau disapih lalu dipaksa dengan dibohongi, misalnya, tentu tidak baik untuknya.
Saya sudah membahas hal ini dengan suami sejak Hasna usia 1,5 bulan
bersamaan dengan sounding mengenai
berhenti menyusui. Suami setuju dan bersiap untuk membantu proses penyapihan
serta sounding. Terlebih anak kami
itu terlihat bongsor melebihi usia sebenarnya. Saat usianya 2 tahun sering
disangka usia 3 atau bahkan 4tahun. Tak jarang saat saya bawa pergi dan ia
minta ASI, orang-orang dewasa di sekitar meledek, “sudah besar masih mimik ASI”
yang hanya saya jawab dengan senyum tipis dan mengatakan usianya belum genap 2
tahun.
Seperti halnya memohon kecukupan ASI hingga 2 tahun, untuk menyapih pun harus
ikhlas dan memohon pertolongan dari Allah. Jika di daerah saya (saat masih
tinggal di kampung) sering menyapih anak dengan cara yang menurut saya tidak
sesuai, maka saya tidak ingin menirunya. Ada yang mengoleskan Bratawali
(tanaman obat yang sangat pahit) ke payudara agar si anak mengecap rasa pahit
saat minta ASI dengan harapan si anak kapok meminta ASI lagi, ada juga yang
mengoleskan minyak kayu putih, memasang plester dan berpura-pura sakit, atau memberi
pewarna merah untuk menakut-nakuti. Kasihan anaknya kan kalau seperti ini?
Sounding tentang Penyapihan dan Hal Positif
Saat usia Hasna 1,5 tahun lebih, saya sudah mulai sounding bahwa sebentar lagi usianya 2 tahun. Usia 2 tahun artinya
dia sudah besar dan tidak lagi menyusu bunda. Jika lapar/haus makan nasi, buah,
camilan dll yang tersedia.
Awalnya, dia selalu menggelengkan kepala sambil tangannya mengibas
menyatakan ‘tidak’ saat saya bilang “Hasna, sebentar lagi sudah 2 tahun. Kalau
sudah 2 tahun mimik bunda-nya berhenti, Hasna sudah besar. Nanti minum pakai
gelas, mimik bunda nanti buat adik kalau ada adik kecil lagi.” Hampir setiap
menyusui saya sounding, lama kelamaan
dia pun mengangguk-angguk entah paham atau tidak.
Saat menyusui sebenarnya anak mendapatkan rasa aman dan nyaman di pelukan
ibunya, karena itu jika disapih ia akan merasa kehilangan. Pastikan hal ini pun
tidak merisaukannya, meskipun telah disapih dia akan tetap mendapatkan rasa
aman dan nyaman tersebut.
Siapkan ‘Pasukan’
Saya melakukan hal ini karena suami bekerja dan tidak bisa terus menerus
membersamai. Kami merencanakan untuk menyapih Hasna saat pulang ke Wonosobo. Di
sana ada Bulik Hasna (adik saya) yang bisa membantu handle. Memilih menyapih di Wonosobo juga karena di sana jauh lebih
sejuk dibanding Semarang sehingga keinginan untuk minum pun berkurang.
Dan ‘pasukan’ ini lah yang akan mengalihkan perhatian Hasna dari meminta
ASI. Misalnya diajak jalan-jalan beberapa saat dengan membawa bekal makanan dan
air putih/jus sehingga sejenak ia melupakan keinginannya minum ASI dan saat ‘kembali
ke pelukan’ bunda dia sudah lebih slow, tidak selalu minta ASI.
Sediakan Makanan/Minuman
kesukaannya
Anak mencari ASI tentu karena dia lapar dan atau haus. Untuk itu, kami
mencoba menyiapkan makanan/camilan dan minuman kesukaannya. Sebelum genap 2
tahun kami memang memberikan tambahan susu UHT (saya pakai ultra mimi) dan
dibatasi maksimal 2 kotak/hari (@125ml). Saat masih ASI biasanya hanya minum 1
kotak atau kadang tidak minum sama sekali.
Camilan seperti buah dan biskuit pun tersedia supaya saat dia minta ASI,
bisa dialihkan ke air putih, buah, jus atau makanan lainnya.
Perlahan Mengurangi, Bukan Serta
Merta menghentikan
Seperti halnya orang tua yang ingin berhenti dari sesuatu yang sudah
terpola sejak lama, maka langkah awalnya adalah mengurangi sedikit demi
sedikit, bukan langsung menghentikannya sama sekali.
Saat menyapih Hasna, sejak sebelum tidur saya sounding untuk berhenti
mimik ASI (bahasa Hasna untuk nge-ASI). Bangun tidur saya sampaikan bahwa hari
ini Hasna minum air putih atau minum susu menggunakan sedotan, tidak mimik
bunda. Awalnya dia menolak namun dengan diberi peringatan akhirnya perlahan mau
minum selain ASI. Dan sebelum dia meminta minum, saya sudah menawarinya
terlebih dahulu. Bangun tidur menjelang sore hari dia menangis minta ASI
akhirnya saya kabulkan, toh sejak bangun tidur belum minum ASI sama sekali.
setelah itu tidak meminta ASI lagi dan malamnya masih belum bisa tidur tanpa ngenyot. Namun sewaktu terjaga di malam
hari hanya saya beri air putih lalu dipeluk-peluk akhirnya bisa tidur lagi
tanpa drama. Alhamdulillah... hari pertama hanya menyusui 2x selama 24 jam
tanpa drama yang berarti.
Hari ke-2, seharian tidak minta ASI karena teralihkan dengan banyak hal,
tapi menjelang tidur tantrum minta ASI. Rupanya belum bisa menghilangkan
kebiasaan tidur sambil nenen. Baiklah,
tetap saya turuti sambil terus disounding besok tidak minta mimik bunda lagi.
Hari ke-3 masih sama dengan hari ke-2, dan akhirnya sama sekali tidak
lagi minta ‘mimik bunda’ setelah kurang lebih seminggu. Sesekali dia datang
minta dipeluk lalu berkata “Ini mimik bunda buat adik bayi, Hasna sudah besar
minumnya pakai gelas,” meski raut mukanya masih ingin nenen. Ah, saya senang
rupanya sounding selama berbulan-bulan ada manfaatnya dan ini bisa dijadikan
moment untuk membesarkan hati dan mengapresiasi prestasinya.
Alhamdulillah... setelah selesai urusan penyapihan, masih banyak PR
seperti toilet training, sekolah, dll. Harus semangat dan menyiapkan stok
kapsul sabar berkarung-karung. Hehe.
Sekali lagi, tiap anak itu unik sehingga tidak perlu membandingkan dengan
yang lain. Kita hanya bisa mengambil pelajaran berharga dari setiap orang dan
mencobanya, mengambil mana yang baik dan sesuai untuk diterapkan dan mana yang
tidak.
Semoga sharing ini bermanfaat, ya Ayah-Bunda.
Salam,
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,