Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Buku Harian, Hadiah Kecil Tak Lekang Zaman

Di zaman serba canggih dan modern ini, adakah yang masih menggunakan buku untuk menulis buku hariannya? Jawabannya tentu masih ada, saya salah satu orangnya. Memang semenjak memiliki gadget yang cukup canggih (kata cukup canggih digunakan untuk menentramkan hati*sambil melirik gadget yg mulai sering error). 


Makin lama memang frekuensi menulis di buku berkurang dibandingkan dulu saat pertama kali memulai menulis di buku harian.

Dan tiba-tiba teringat dengan buku harian pertamaku.


Jangan bayangkan buku harianku saat masih kelas 1 SMP nan culun eh lugu itu seperti kebanyakan diary punya remaja saat itu: bergambar kartun lucu-lucu atau bergambar artis dengan tambahan puisi di sampulnya lengkap dengan gembok dan kotak untuk menyimpan.  Awalnya 'buku' itu bukan untuk buku harian.


Aku lulus SD tahun 1999 dan melanjutkan ke SMP (MTsN Kalibeber). Pulang pergi sekolah berjalan kali mendaki gunung lewati lembah sungai mengalir indah ke samudera. Eh?! Saat berjalan kali bersama teman dan kakak kelas itulah menjadi waktu yang menyenangkan untuk ngobrol dan membahas ngalor ngidul. Sampai pada cerita soal menjilid buku di tempat fotocopy. Cukup ngetrend karena hampir semua siswa ternyata melakukan hal yang sama. Sepulang sekolah kubongkar buku-buku SD ku lalu kugunting lembar yang masih bersih. Besoknya kujilid dan rencananya akan gununakan unk buku matematika yang biasanya cukup tebal. Ternyata harus gigit jari karena kesalahanku sendiri tidak rapi saat memotong kertas. hasil penjilidan itu menjadi tebal tapi lebih kecil dari buku umumnya. Bingung bagaimana akan kugunakan tiba-tiba terlintas untuk menjadikan buku harian alih-alih beli yang baru.


Waktu itu belum ada gambaran apa yang akan kutulis di buku itu, hanya sekedar terinspirasi dari cathar yang ada di majalah Annida. Kalau tak salah ingat, tulisanku pertama kali setelah menceritakan diri sendiri adalah menceritakan buku yang baru kubaca yaitu kumper KMGP. Selain itu cerita apa saja di keseharianku. 


Buku yang tebal itu setia kujadikan sampah rasa campur aduk manis asem asin hambar pahit dan segala rasa. Bahkan masih bisa kutulis sampai kuliah semester 2. Sayang saat ini buku itu tersimpan di kampung halaman sehingga tidak bisa memoto. Sampul maruun nya lecek  karena terlalu sering dibuka bahkan pinggirnya terkena air hujan. 


Setelah buku itu habis kutulisi, akhirnya kubeli buku yang cukup cantik dengan harga yang murah di toko ramai peterongan. Buku dengan binding ring warna hijau soft bergambar bunga matahari. Tak lama buku itu menemaniku.


Selanjutnya, kugunakan buku agenda atau buku tulis seadanya. Saat bekerja dan mendapat inventaris laptop dari kantor, seringkali menitipkan curhat di sana dengan sesekali ngeprint dan tetap menulis di buku.


Setelah menikah, tetap punya diary dari buku agenda. Namun intensitasnya sangat jarang karena lebih banyak menggunakan gadget dan terkuras dengan rutinitas bersama baby Hasna.


Saat keinginan untuk menulis buku harian muncul lagi, tiba-tiba seorang sepupu, Mba Yeni  menghadiahiku dua buah buku hasil kreasinya sendiri. Satu buku memang produk gagal saat percobaan dan pernah iseng kuminta, satu lagi produk layak pakai dan layak jual. Alhamdulillah... Mendapat hadiah tak terduga, tapi juga tersentil karena sudah lama tidak menulis diary. 


Semoga diary nya bermanfaat dan menjadi kenangan untuk anak-cucuku kelak. Aamiin..
Trims ya mba Yeni... Bukunya oke.. Kapan-kapan insyaAllah pesen deh. Asyik banget klo bisa pesen diary nya sesuai tema yang diinginkan, ukuran dan tebalnya juga semau kita. Hurray!!


Penampakan buku hadiah dari mba Yeni. Cantik kan?!


Posting Komentar untuk "Buku Harian, Hadiah Kecil Tak Lekang Zaman"