'HANYA' TENTANG MENIKAH (PART 1: PROPOSAL NIKAH & TA’ARUF)
Daftar Isi
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
MUQADDIMAH
”Dan
diantara tanda-tanda (kebesaran) Nya lah Dia menciptakan pasangan-pasangan
untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cecnderung dan merasa tenteram
kepadanya, dan Dia menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada
yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum
yang berfikir”. (Q.S Ar-Ruum: 21)
Pernikahan, adalah gerbang menuju
pembentukan rumah tangga islami karena dari sanalah hubungan antara seorang
laki-laki dengan perempuan menjadi ibadah, ada silaturrahim yang terikat erat
antara keluarga laki-laki dan perempuan yang mungkin dulunya bukan keluarga
sama sekali; bahkan mungkin ada penyatuan dua budaya, dua karakter, dll.
Menikah merupakan
sunnah Rasulullah Muhammad SAW. Dalam salah satu hadits Rasulullah bersabda bahwa menikah adalah sunnahnya, maka barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahnya (tidak menikah) berarti bukan termasuk ummat beliau. Allahua’lam.
sunnah Rasulullah Muhammad SAW. Dalam salah satu hadits Rasulullah bersabda bahwa menikah adalah sunnahnya, maka barangsiapa yang tidak mengikuti sunnahnya (tidak menikah) berarti bukan termasuk ummat beliau. Allahua’lam.
Menyempurnakan separuh Dien bukanlah
pekerjaan yang mudah. Membutuhkan persiapan yang matang, membutuhkan niat dan
azzam yang kuat karena Allah, memerlukan keikhlasan, kematangan mental, fisik,
bahkan finansial dan kesiapan-kesiapan lain berkaitan dengan hal-hal teknis
kerumahtanggaan.
SEBUAH HARAPAN, RENCANA DAN CITA-CITA
Menikah adalah sunnah Rasulullah dan
sebuah ibadah kepada Allah yang berarti separuh Dien... maka tentu saja yang
pertama menikah adalah karena Allah dan demi menjalankan sunnah rasulullah.
Demi birrul walidain, karena keinginan
orangtua untuk segera menikahkan anak perempuan pertamanya,
Karena da’wah, untuk melesatarikan da’wah,
membentuk keluarga islami sebagai pondasi utama masyarakat, menjadi madrasah
bagi generasi da’wah selanjutnya.
Karena keluarga besar, yang seringkali
mendesak dengan pertanyaan: ’kapan nikah?’
Karena diri sendiri.... karena takut tidak
bisa lagi menjaga hati dari godaan-godaan syetan, godaan-godaan kaum Adam...
SEORANG LELAKI PEJUANG....
Tentu ia bukanlah manusia sekaliber
Rasulullah,
Namun hari-harinya penuh dengan semangat
memburu sunnahnya
Ia bukanlah Abu Bakar, ia bukanlah Umar,
Utsman, Atau Ali
Karena aku bukanlah Khadijah yang mulia,
Bukan Aisyah yang cerdas nan jelita,
Bukan pula fatimah Az-Zahra...
Cukuplah bagiku seorang lelaki pejuang
Yang menjadikan Allah, RasulNya, dan Islam
sebagai pijakan
Cukuplah bagiku seorang lelaki
Yang wajahnya tersinari tarbiyah
Karena kendaraan itu hanya butuh seorang
sopir, bukan dua
Cukuplah bagiku seseorang yang sekufu’
Dan alangkah mulianya jika dia adalah
seorang ahlul Qur’an,
Waktu luangnya adalah tilawah,
Waktu sibuknya adalah mengkaji Al-Qur’an
Cukuplah bagiku seorang lelaki pejuang
Wow! Prolog-nya serius punya
cuy!!
Tapi sedikit
bocoran ya... *pssstt.... jangan bilang siapa-siapa, itu cuplikan dari proposal
nikah J tentu saja
lengkap dengan lampiran biodata yang tak perlu dijelaskan di sini.
Yup! Karena
sebelum kita bahas yang lain-lain all about
wedding, kita bahas dari proses awalnya dulu. Yukkk..... cekidot!
Eits! Stop lagi deh. Ini
lebih banyak cerita soal nikahnya Arin n suami dulu, Cuma dikit sisipannya. At least,
moga kisah ini bermanfaat buat banyak orang. Aamiin…
TENTANG TA’ARUF
Sebelumnya,
orangtua pernah beberapa kali menawarkan calon suami dari sahabat Bapak dan
kenalan kakak sepupu. Tapi, belum sreg dan setelah melalui istikharah panjang
(meskipun dari awal sebenarnya sudah menolak, karena syarat pertama yang
diajukan untuk calon suami adalah: Islam, Tarbiyah).
Orang tua cukup
kecewa dengan penolakan itu, tapi semuanya kembali normal setelah beberapa
bulan. Lalu, saat tiba-tiba ada proposal yang masuk (waktu itu belum tahu siapa
ikhwannya), jadi teringat kembali do’a-do’a yang sering kulangitkan: Yaa Rabb.... jika Engkau berkenan
mendatangkan seorang laki-laki shalih, maka masihkah ada alasan untukku
menolak?.
Uhuk!
Benar-benar membuat pusing tujuh keliling tapi ga pake ilang kelingking :P
Bismillahirrahmanirrahim.... dengan mengucap basmallah
dan cukup penasaran perlahan proposal itu kubuka dan JRENG...JRENG....JRENG....
*backsound adegan menegangkan.
Mata melolot
terbelalak, mulut melongo, napas tertahan, seolah denger Guntur di siang bolong,
nggak percaya dengan sebuah nama yang tertera di sana. What??!! Sampe ngucek-ngucek mata berkali-kali n nyubit pipi sama
gigit bibir. Aku nggak mimpi kan? Batinku.
Ya Rabb… permainan
apa ini? Skenario apa yang sedang KAU berikan untukku?.
Kubaca proposal itu
perlahan, masih dengan nuansa *kobisanamanyayangterteradisana tapi sudah lebih
tenang.
Dan saat membaca satu
persatu kalimatnya, yang muncul adalah kenanehan karena nuanasa humor dan ‘haha
hehe’ yang ada di sana. Sangat jauh dari kesan seorang ikhwan yang dulu kukenal
di kampus. Hm… atau mungkin sifatnya sudah berubah? Atau memang aku yang belum
mengenalnya? Ataukah tipe orang yang ‘rame’ dengan bahasa tulisan tapi
sebenarnya diam? Allahua’lam. Yang jelas benar-benar telah membuatku galau,
bukan karena proposal siapa, tapi lebih karena harapan-harapanku dulu untuk
menikah dengan laki-laki yang tidak kukenal dan tetap tinggal di Wonosobo. Bukannya
aku tak pernah paham konsekuensi menjadi seorang istri yang harus rela ikut
suaminya, tapi rasanya terlalu berat untuk meninggalkan Wonosboku yang damai.
Entahlah, biarkan Allah saja yang memberi jawab untukku.
“Bu, dia kan teman
kampus saya dulu, seangkatan, sejurusan, bahkan sekelas dan seorganisasi”
curhat galauku kepada guru ngaji.
“Lho, kenapa tidak?
Kalau memang hasil istikharahnya mantap, selagi dia adalah seorang ikhwan yang
shalih dan masing-masing mendapat restu dari orangtua, saya hanya bisa
mendukung”. Jawabnya menenangkan.
“Sudah
diistikharahkan belum? Silakan kalau mau lanjut ta’arufnya, nanti kami
fasilitasi. Saya juga butuh info banyak terkait ikhwan itu”.
Hff… pilihan yang
amat berat.
Saat kuadukan kepada
kedua orangtuaku mereka hanya berucap: jika
dia laki-laki shalih dan Arin mantap hati, kami akan mendukung.
Subhanallah… yaa
Rabb… apakah ini sebuah jalan terang? Tak sedikitpun orangtua menghalangi. Bahkan yang pertama kali ditanyakan adalah
‘dia bisa ngaji apa nggak?’ bukan ‘kerjanya apa?’
Setelah diskusi
panjang dengan Murabbi, dengan teman-teman yang sudah lebih dulu menggenapkan
setengah Dien dan mengadu pada Allah keputusan untuk lanjut ta’aruf pun
kuambil. Bismillah…
Di hari yang sudah
ditentukan (agak galau juga sebenarnya) malu lah mau ketemu sama orang yang
dulu pernah kenal. Lewat Murabbi dan perantara kami rencana bertemu di masjid
jami’ Wonosobo (wkwkwkwk, mau ta’aruf di tempat umum nih ceritanya, biar nggak
susah nyari tempatnya). Eh, tenyata di masjid cukup rame n ada beberapa teman
yang ternyata ke masjid juga(padahal sebelum-sebelumnya ngga pernah ketemu
mereka kalo pas ke masjid jami’ ^_^ )
Akhirnya dialihkan ke
masjid Abu Daldiri komplek kemenag Wonosobo. Eh, di sana ketemu juga sama
sodaranya teman tapi cuek aja lah, mereka juga punya agenda sendiri dan bener2
nggak nyapa mereka coz mereka pulang duluan. Hehe.
Ta’arufnya berjalan
lancar, biasa aja. Tanya jawab hal-hal yang sekiranya penting, hff…. Grogi
asli. Mana si ikhwan masih ‘dingin’ kaya dulu pas di kampus (ya iyalah… masa
baru ta’aruf udah berani cengengesan? Hihihi).
Closingnya, MR bilang
‘silakan diistikharahkan lagi,
keputusannya ada di kedua belah pihak buat lanjut atau tidak’. Dipertimbangkan
masak-masak, jangan sampai salah memutuskan’.
Dan ta’aruf hari itu
selesai sudah, eh, ternyata masih ada beberapa hal yang ganjal. Gimana dong?
Tadi lupa ditanyain… buru2 SMS MR, kata blio SMS saja ke perantaranya, yup!
Jadilah SMS ke perantaranya dan dilanjutkan ke si ikhwan, begitu pun jawaban
ikhwan itu, disampaikan lewat perantara (kalo inget ini jadi lucu, padahal
masing-masing juga masih punya kontaknya. Tapi begitu mungkin cara Allah untuk menjaga
kami J )
Beberapa waktu
setelah ta’aruf, mencoba untuk mengosongkan pikiran dan hati dari segala hal
yang tidak berhubungan, mencoba untuk berfikir dengan pandangan yang jernih,
tanpa tendensi dan tanpa embel-embel rasa suka atau tidak.
Beberapa hari belum
mampu memutuskan sampai si ikhwan (tentu saja masih lewat perantara)
menghubungi dan menanyakan untuk lanjut atau tidak.
Sungguh pertanyaan
yang bikin galau…..!!! sangat-sangat galau! Gimana enggak? Sebenarnya di hati
ini masih berharap orang lain lah yang datang, bukan dia (L)
_bersambung_
_bersambung_
Posting Komentar
Mohon untuk tidak menyematkan link hidup dan spamming lainnya. Jika tetap ada akan saya hapus.
Salam,